Senin, 03 Januari 2011

PROFIL PELEPASAN TABLET LEPAS LAMBAT


BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Prinsip Percobaan
Berdasarkan pengaruh matriks terhadap profil disolusi tablet lepas lambat asam asetil salisilat (asetosal).

I.2        Tujuan Percobaan
Untuk mempelajari pengaruh matriks terhadap profil disolusi tablet lepas lambat asam asetilsalisilat (asetosal).

BAB II
PREFORMULASI

Formulasi 
Tiap tablet mengandung
Asetosal                            160,0 mg
Amilum kering  (5%)        12,85 mg
                  Asam stearat (1%)             2,57  mg
Aerosil (2%)                      5,14  mg
Avicel (20%)                     51,4  mg
Laktosa                              25 mg

Monografi 
  • Asam asetil salisilat
Nama lain        : asetosal atau acidum asetylosalicylicum
Rumus kimia   : C9H8O4
Berat molekul  : 180,16
            Persyaratan     :
            asam asetilsalisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak   lebih     dari 100,5% C9H8O4 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
           Pemerian       :
           hablur putih, umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun, atau serbuk hablur putih; tidak berbau atau berbau lemah. Stabil diudara kering; didalam udara lembab secara bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat.
            Kelarutan   :
            sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, larut dalam   kloroform dan dalam eter, agak sukar larut dalam eter mutlak.
           Suhu lebur  : 141-144°C
           Khasiat dan penggunaan : analgetik dan antipiretik.
           Dosis maksimum  : sekali 1 gram, sehari 8 gram .(Depkes RI, 1955)

  • Etil selulosa
            Nama lain        : aquacoat ECD, aqualon, E462, Ethocel, Surelease.
           Rumus kimia    : C12H23O6(C12H22O5)nC12H23O5
           Pemerian           :  serbuk berwarna putih, tidak berasa.
           Inkompatibilitas  : dengan lilin parafin dan mikrokristalin.
           Kegunaan    : coating agent, tablet binder, tablet filer, peningka     viskositas.  (American Pharmaceutical Association and The Pharmaceutical Society of Great Britian,. 1986)

  • Asam stearat
            Nama lain    : acidum stearicum
            Asam stearat adalah campuran asam organic padat yang diperoleh dari lemak sebagian besar terdiri dari asam oktadekanoat C18H36O2 dan asam heksadekanoat C16H32O2.
            Pemerian   : zat padat keras, mengkilat menunjukkan susunan hablur, putih atau kuning pucat, mirip lemak lilin.
           Kelarutan :  praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20 bagiam etanol( 95 %) P, dalam 2 bagian kloroform pekat dan dalam 3 bagian eter pekat.
          Suhu lebur  :  tidak kurang dari 54°C
          Khasiat dan penggunaan : zat tambahan.( Depkes RI,1979)

  • Aerosil
           Nama lain           : koloidal silika, Cab-O-Sil, silika, koloidal silikon dioksida
           Rumus empiris   :  SiO2
           Berat molekul     :  60,08
           Pemerian  : aerosil adalah merupakan uap silika submikroskopik dengan     ukuran partikel sekitar 15 nm. Berwarna putih terang, tidak berbau, tidak berasa.
           Inkompatibilitas  : dengan dietil stil bestrol
           Penggunaan   :  absorben anticakeking agent, penstabil emulsi ( emulgator ),   glidan. Suspending agent, disintegran tablet, peningkat viskositas.
            (American Pharmaceutical Association and The Pharmaceutical Society of Great Britian, 1986)

  • Avicel
           Nama lain           : celex, selulosa gel, celpher, vivapur.
           Rumus empiris  :  (C6H10O5)n dimana n lebih dari 220.
           Berat molekul    : lebih dari 36000
           Pemerian         :  serbuk kristal berwarna putih, tidak berbau dan tidak berasa.
           Inkompatibilita       :  dengan agen oksidasi kuat.
           Kegunaan      :  adsorben, suspending agent, tablet disintegran.           
           (American Pharmaceutical Association and The Pharmaceutical Society of Great Britian, 1986)

  • Laktosa
            Nama lain    : sacharum lactis
            Rumus molekul    :  C12H22O11.H2O
            Berat molekul      :   36,30
            Pemerian       :  serbuk hablur putih tidak berbau dan rasa agak manis
            Kelarutan    : larut dalam 6 bagian air, larut dalam 1 bagian air mendidih,  sukar larut dalam etanol 95%, praktis tidak larut dalam klorofom dan eter pekat.
           Khasiat dan penggunaan   :  sebagai zat tambahan. (Depkes RI, 1955)



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Farmakodinamik
Salisilat merupakan obat yang paling banyak digunakan sebagai anlgesik, antipiretik dan antiinlamasi. Aspirin atau asam asetilsalisilat dosis terapi bekerja cepat dan efektif sebagai antipiretik. Dengan dosis ini laju metabolisme juga meningkat. Pada dosis toksik obat ini justru memperlihatkan efek piretik sehingga terjadi demam dan hiperhidroksis pada keracunan berat. Untuk memperoleh efek antiinflamasi yang baik kadar plasma perlu dipertahankan antara 250 – 300 mcg/ml. Kadar ini tercapai tercapai dengan dosis aspirin oral 4 gram per hari untuk orang dewasa. Pada penyakit demam reumatik, aspirin masih tetap belum dapat digantikan oleh obat AINS yang lain dan ,masih dianggap sebagai standar dalam studi perbandingan penyakit artritis reumatoid. ( Bagian farmakologi fakultas kedokteran UI, 1995)
Efek terhadap keseimbangan asam-basa, dalam dosis terapi yang tinggi, salisilat menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen dan produksi CO2 terutama di otot skelet karena perangsangan fosforilasi oksidatif. Karbon dioksida yang dihasilkan selanjutnya mengakibatkan perangsangan pernafasan sehingga karbon dioksida dalam darah tidak meningkat. Ekskresi bikarbonat yang disertai Na+ dan K+ melalui ginjal meningkat, sehingga bikarbonat dalam plasma menurun dan pH darah kembali normal. Keadaan ini disebut alkalosis respiratoar yang terkompensasi, dan sering dijumpai pada orang dewasa yang mendapar terapi salisilat secara intensif. Keadaan yang lebih buruk biasanya terjadi pada bayi dan anak yang mendapat dosis toksik atau orang dewasa yang menelan dosis salisilat sangat besar. Pada bayi dan anak fase alkalosis respitoar sering tidak terdeteksi sehingga mereka baru dibawa ke dokter setelah keadaannya memburuk, yaitu setelah terjadi asidosis metabolik. ( Bagian farmakologi fakultas kedokteran UI, 1995)
Efek urikosurik, efek ini sangat ditentukan oleh besarnya dosis. Dosis kecil ( 1g atau 2g sehari ) menghambat ekskresi asam urat, sehingga kadar asam urat dalam darah meningkat. Dosis 2 atau 3g sehari biasanya tidak mengubah ekskresi asam urat. Tetapi pada dosis lebih dari 5 g perhari terjadi peningkatan ekskresi asam urat melalui urin, sehingga kadar asam urat dalam darah turun. Hal ini terjadi karena pada dosis rendah salisilat menghambat reabsorpsinya dengan hasil akhir peningkatan ekskresi asam urat. Efek urikosurik ini bertambah bila urin bersifat basa. Dengan memberikan NaHCO3 kelarutan asam urat dalam urin meningkat sehingga tidak terbentuk kristal asam urat dalam tubuli ginjal. ( Bagian farmakologi fakultas kedokteran UI, 1995)
Efek terhadap darah, pada orang sehat aspirin menyebabkan perpanjangan masa perdarahan. Hal ini bukan karena hipoprotrombinaemia, tetapi karena asetilasi siklo-oksigenase trombosit sehingga pembentukan TXA2 terhambat. Dosis tunggal 650 mg aspirin dapat memperpanjang masa perdarahan kira – kira 2 kali lipat. Pada pemakaian obat antikoagulan jangka lama sebaiknya berhati – hati memberikan aspirin, karena bahaya perdarahan mukosa lambung. Sekarang, aspirin dosis kecil digunakan untuk profilaksis trombosis koroner dan serebral. Aspirin tidak boleh diberikan pada penderita dengan kerusakan hati berat, hipoprotrombinemia, defisiensi vitamin K dan hemofilia, sebab dapat menimbulkan perdarahan. ( Bagian farmakologi fakultas kedokteran UI, 1995)
Efek terhadap hati dan ginjal,  salisilat bersifat hepatotoksik dan ini berkaitan dengan dosis, bukan akibat reaksi imun. Gejala yang sering terlihat hanya kenaikan SGOT dan SGPT, beberapa penderita dilaporkan menunjukkan hepatomegali, anoreksia, mual dan ikterus. Bila terjadi ikterus pemberian aspirin harus dihentikan karena dapat terjadi nekrosis hati yang fatal. Oleh sebab itu aspirin tidak dianjurkan diberikan kepada penderita penyakit hati kronik. Walaupun belum dapat dibuktikan secara jelas, tetapi secara penelitian epidemiologis ada hubungan erat antara salisilat dan sindrom Reye. Pada sindrom ini terjadi kerusakan hati dan enselofati. Sindrom ini jarang tetapi berakibat fatal dan dihubungkan pada pemakaian salisilat pada infeksi varicella dan virus lainnya pada anak. Salisilat dapat menurunkan fungsi ginjal pada penderita dengan hipovolemia atau gagal jantung. ( Bagian farmakologi fakultas kedokteran UI, 1995)
Efek terhadap saluran cerna, efek iritasi saluran cerna yang lebih berat dapat terjadi perdarahan lambung. Hal ini dapat terjadi pada pemberian dosis besar dan pemberian kronik. ( Bagian farmakologi fakultas kedokteran UI, 1995)

II.2 Farmakokinetik
Pada pemberian oral, sebagian salisilat diabsorpsi dengan cepat dalam bentuk utuh dilambung, tetapi sebagian besar diusus halus bagian atas. Kadar tertinggi dicapai kira – kira 2 jam setelah pemberian. Kecepatan absorpsinya tergantung dari kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet, pH permukaan mukosa dan waktu pengosongan lambung. Absorpsi pada pemberian secara rektal, lebih lambat dan tidak sempurna sehingga cara ini tidak dianjurkan. Asam salisilat diabsorpsi cepat dari kulit sehat, terutama bila dipakai sebagai obat gosok dan salep. Keracunan dapat terjadi dengan olesan pada kulit yang luas. Metil-salisilat juga diabsorpsi dengan cepat melalui kulit utuh, tetapi penyerapan dilambung lambung dan lama bertahan dilambung, oleh karena itu bila terjadi keracunan, bilas lambung masih berguna walaupun obat sudah ditelan lebih dari 4 jam. (Bagian farmakologi fakultas kedokteran UI, 1995)
Setelah diabsorpsi, salisilat segera menyebar ke seluruh jaringan tubuh dan cairan transelular sehingga ditemukan dalam cairan sinovial, cairan spinal, cairan peritoneal, liur dan air susu. Obat ini mudah menembus sawar darah otak dan sawar uri. Kira – kira 80% sampai 90 % salisilat plasma terikat pada albumin. Aspirin diserap dalam bentuk utuh, dihidrolisis menjadi asam salisilat terutama dalam hati, sehingga hanya kira – kira 30 menit terdapat dalam plasma. (Bagian farmakologi fakultas kedokteran UI, 1995)
Biotransformasi salisilat banyak terjadi di bagian jaringan, tetapi terutama di mikrosom dan mitokondria hati. Salisilat diekskresi dalam bentuk metabolitnya terutama melalui ginjal, sebagian kecil melalui keringat dan empedu. (Bagian farmakologi fakultas kedokteran UI, 1995)
Setelah mengetahui salisilat, dapat dilihat derivat dari salisilat yaitu asam asetil salisilat. Asam asetil salisilat ini merupakan derivat salisilat yang paling sering digunakan dalam terapinya diantara derivat salisilat yang lainnya. (Bagian farmakologi fakultas kedokteran UI, 1995)
Asam asetilsalisilat atau asetosal adalah obat anti-nyeri tertua ( 1899 ! ), yang sampai kini paling banyak digunakan diseluruh dunia. Zat ini juga berkhasiat anti-demam kuat dan pada dosis rendah sekali ( 40 mg ) berdaya menghambat agregasi trombosit. Efek antitrombotis ini tidak reversible dan berdasarkan blockade enzim siklo-oksigenase yang bertahan selama hidupnya trombosit. Dengan demikian, sintesa tromboksan A2 ( Tx A2 )- yang bersifat trombotis dan vasokonstriktif – dihindarkan. Pada dosis lebih besar dari normal ( diatas 5 g sehari ) obat ini juga berkhasiat antiradang akibat gagalnya sintesa prostaglandin-E ( PgE2 ). (Tan hoan tjay dan Kirana rahardja, 200
Penggunaannya selain sebagai analgetikum, asetosal ini banyak digunakan sebagai alternative dari antikoagulansia sebagai obat pencegah infrak kedua setelah terjadi serangan. Hal ini berkat daya antitrombotisnya. Obat ini juga efektif untuk profilaksis serangan stroke kedua setelah menderita TIA  ( Transient Ischaemic Attack = serangan kekurangan darah sementara di otak ), terutama pada pria. (Tan hoan tjay dan Kirana rahardja, 2002)
Resorpsinya cepat dan praktis lengkap, terutama di bagian pertama duodenum. Namun, karena bersifat asam, sebagian zat diserap pula dilambung. BA-nya lebih rendah akibat FPE ( First Pass Efect ) dan hidrolisa selama resorpsi. Mulai efek analgetis dan antipiretisnya cepat, yakni setelah 30 menit dan bertahan 3 – 6 jam; kerja antiradangnya baru nampak setelah 1 – 4 hari. Resorpsi dari rectum ( suppositoria ) lambat dan tidak menentu, sehingga dosisnya perlu digandakan. Dalam hati, zat ini segera dihidrolisa menjadi asam salisilat dengan daya anti-nyeri lebih ringan. Pp-nya 90-95%, plasma-t1/2-nya 15-20 menit, masa paruh asam salisilat adalah 2-3 jam pada dosis 1-3g/hari. (Tan hoan tjay dan Kirana rahardja, 2002)
Efek samping yang palinga sering terjadi berupa iritasi mukosa lambung dengan risiko tukak lambung dan perdarahan samar ( occult ). Penyebabnya adalah sifat asam dari asetosal, yang dapat dikurangi melalui kombinasi dengan suatu antasidum ( MgO, aluminiumhidroksida, CaCO3 ) atau garam kalsiumnya ( carbasalat, Ascal ). Pada dosis besar, faktor lain memegang peranan, yakni hilangnya efek pelindung dari prostasiklin ( PgI2 ) terhadap mukosa lambung, yang sintesanya turut dihalangi akibat blokade siklo-oksigenase. . (Tan hoan tjay dan Kirana rahardja, 2002)
Selain itu, asetosal menimbulkan efek – efek spesifik, seperti reaksi alergi kulit dan tinnitus ( telinga berdengung ) pada dosis lebih tinggi. Efek yang lebih serius adalah kejang – kejang bronchi hebat, yang pada pasien asma, meski dalam dosis kecil, dapat mengakibatkan serangan. Anak – anak kecil yang menderita cacar air atau flu/selesma sebaiknya jangan diberikan asetosal ( melainkan parasetamol ), karena berisiko terkena Sindroma Rye yang berbahaya. Sindroma ini berciri muntah hebat, termangu-mangu, gangguan pernafasan, konvulsi, dan adakalanya koma. (Tan hoan tjay dan Kirana rahardja, 2002)
Wanita hamil tidak dianjurkan menggunakan asetosal dalam dosis tinggi, terutama pada triwulan terakhir dan sebelum persalinan, karena lama kehamilan dan persalinan dapat diperpanjang, juga kecenderungan perdarahan meningkat. Kendati masuk kedalam air susu, ibu dapat menggunakan asetosal selama laktasi, meski sebaiknya secara insidentil. (Tan hoan tjay dan Kirana rahardja, 2002)
Interaksi. Asetosal memperkuat daya kerja antikoagulansia, antidiabetika oral dan metotreksat. Efek obat encok probenesid dan sulfinpirazon berkurang, begitupula diuretika furosemid dan spironolakton. Kerja analgetisnya diperkuat  oleh antara lain kodein dan d-propoksifen. Alkohol meningkatkan risiko perdarahan lambung-usus.
Reaksi alergi sesungguhnya yang diamati setelah pemberian asam asetil salisilat terutama disebabkan oleh ketidakmurnian, khususnya dengan anhidrida asam asetilsalisilat yang bersifat alergen kuat. Karena itu sebagian besar dapat dicegah dengan memakai sediaan asam asetilsalisilat murni. Bahwa reaksi alergi itu palsu telah dibuktikan. Karena efek antitrombositnya yang mengakibatkan risiko perdarahan meningkat, penggunaan asetosal perlu dihentikan satu minggu sebelum pencabutan gigi ( geraham bungsu ). (Bagian farmakologi fakultas kedokteran UI, 1995)

II.3. Bentuk – bentuk asetosal yang melarut :
  • Karbasalatkalsium ( Ascal ) adalah garam kalsium dari asetosal, dimana air kristal diganti oleh urea ( 1951 ). Garam ini tidak bereaksi asam dan kurang merangsang mukosa lambung. 100mg Ascal = 80mg asetosal.
  • Lysin-asetosal adalah persenyawaan yang setelah melarut pecah dalam bentuk asam amino lisin dan asetosal, yang kemudian dihidrolisa menjadi salisilat. Kombinasinya ( 1620 mg ) dengan metoklopramida ( 10 mg ) dianjurkan untuk migrain ( Migrafin ). (Tan hoan tjay dan Kirana rahardja, 2002)

II.4. Tablet lepas lambat
Suatu sediaan lepas lambat didesain untuk memberikan suatu dosis zat aktif sebagai terapi awal (dosis muatan) dan diikuti oleh pelepasan zat aktif yang lebih lambat dan konstan. Kecepatan pelepasan dosis pemeliharaan didesain sedemikian rupa agar jumlah zat aktif yang hilang dari tubuh karena eliminasi diganti secara konstan. Dengan memberikan sediaan lepas lambat, konsentrasi zat aktif dalam plasma dipertahankan selalu konstan dengan fluktuasi minimal. (Charles, Siregar, 2010 )
Pada umunya, tujuan pembuatan bentuk sediaan lepas lambat mempertahankan konsentrasi zat aktif dalam darah atau jaringan untuk periode waktu yang diperpanjang. Tujuan ini biasanya dapat dicapai dengan mencoba memperoleh bentuk sediaan dengan tipe pelepasan “orde-nol” (zero order). Pelepasan orde-nol berarti bahwa pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan tidak bergantung pada jumlah zat aktif dalam sistem pemberian (artinya, kecepatan pelepasan konstan). Sistem lepas lambat umumnya tidak menunjukkan tipe pelepasan ini, tetapi biasanya mencoba meniru tipe pelepasan orde-nol dengan menyediakan zat aktif pelepasan orde-pertama yang diperlambat. (Charles, Siregar, 2010 )

Kelebihan atau manfaat tablet lepas lambat yaitu :
Memastikan keamanan dan memperbaiki daya kerja (efikasi) zat aktif serta meningkatkan kepatuhan pasien. Hal ini dicapai karena pengendalian konsentrasi zat aktif dalam plasma lebih baik dan frekuensi pemberian berulang.
1.        Memperbesar jarak waktu pendosisan yang diperlukan atau dipersyaratkan. Hal ini mengurangi jumlah total dosis yang diperlukan per hari. Pengurangan frekuensi dosis harian lebih nyaman bagi pasien dan dapat meningkatkan kepatuhan pasien.
2.        Mengurangi fluktuasi konsentrasi zat aktif dalam darah di sekitar rata-rata.
3.        Mengurangi iritasi saluran cerna dan efek samping lain yang berkaitan dengan dosis.
4.        Menghasilkan efek yang lebih seragam. Respon farmakologis yang lebih seragam merupakan salah satu tujuan utama sediaan lepas lambat
5.        Menghindari pemberian obat pada malam hari karena jarak waktu pemberian yang lebih lama sehingga jam tidur pasien tidak terganggu.
6.        Menghasilkan manfaat ekonomi bagi pasien.
7.        Beberapa zat aktif, seperti klorfeniramin, mempunyai waktu paruh yang panjang. Jadi, durasi kerja farmakologis yang panjang sudah menjadi sifat yang  melekat dalam zat-zat lain.
8.        Memberikan konsentrasi zat aktif dalam darah yang terus-menerus dan menghasilkan respon klinis yang diperpanajang dan konstan dalam pasien.
9.        Memperbaiki efisiensi pengobatan, yakni optimasi terapi.
10.    Memperbaiki ketersediaan hayati beberapa zat aktif.
11.    Meningkatkan ketersediaan hayati zat-zat aktif  yang mempunyai “jendela spesifik” untuk absorpsi. Dalam hal ini, peningkatan ketersediaan hayati dapat dicapai dengan melokalisasi sistem pemberian lepas lambat dalam bagian saluran cerna tertentu.
12.    Memperbaiki efisiensi pengobatan dengan mengambil bentuk khusus dari efek terapi khusus yang tidak mungkin diperoleh dengan bentuk sediaan yang konvensional
13.    Mendatangkan keuntungan ekonomi.
Mengurangi jumlah zat aktif yang digunakan. (Charles, Siregar, 2010 )
Bentuk sediaan lepas lambat kemungkinan mempunyai berbagai keterbatasan, yaitu:
1.        Faktor fisiologis yang berubah-ubah (misalnya, pH saluran cerna, aktivitas enzim, kecepatan transit lambung, dan usus, adanya makanan dan penyakit pada pasien.
2.        Kecepatan transit sediaan lepas lambat per oral di sepanjang saluran cerna membatasi periode maksimum respon terapi yang dapat dipertahankan setelah pemberian “dosis tunggal” sampai kira-kira 12 jam ditambah jangka waktu zat absorpsi untuk menggunakan kerja yang terjadi setelah pemberian dosis tunggal.
3.        Sediaan lepas lambat yang cenderung tetap utuh dapat tersangkut pada suatu tempat disaluran cerna. Jika hal ini terjadi, pelepasan lambat zat aktif dari sediaan dapat mengakibatkan konsentrasi zat aktif  tinggi di lokasi tertentu.
4.        Sediaan lepas lambat dosis tunggal biasanya mengandung jumlah total zat aktif lebih besar daripada kandungan zat aktif sediaan yang biasa diberikan dalam bentuk konvensional dosis tunggal. Ada kemungkinan terjadi overdosis.
5.        Tidak semua jenis zat aktif dapat dijadikan calon yang sesuai untuk pembuatan formulasi lepas lambat per oral.
6.        Harga per unit sediaan lepas lambat pada umumnya lebih mahal daripada bentuk sediaan konvensional yang mengandung zat aktif yang sama.
7.        Bentuk sediaan lepas lambat mengandung dosis yang ekivalen dengan dua kali atau lebih dosis yang terkandung di dalam sediaan yang diberikan dalam bentuk konvensional. Oleh karena itu, kegagalan bentuk sediaan ini dapat menimbulkan banjir-dosis.
8.        Kekuatan yang dikurangi untuk penyesuaian dosis merupakan kekurangan yang utama beberapa sediaan yang lepas lambat.
9.        Metabolisme hepatik merupakan proses yang bersifat dapat jenuh.
10.    Penurunan absorpsi zat aktif merupakan bahaya yang melekat pada semua bentuk sediaan lepas lambat.
11.    Waktu transit suatu bentuk sediaan melintasi saluran cerna tidak saja bergantung pada karakteristik fisik formula, tetapi juga bergantung pada berbagai faktor fisiologi.
12.    Jika pasien mengalami reaksi obat merugikan atau terjaid keracunan secara tidak sengaja, pembersihan zat aktif sistem ini lebih sulit daripada sediaan lepas segera.
13.    Sediaan obat lepas lambat yang diberikan secara oral dapat memperlihatkan absorpsi zat aktif yang tidak menentu atau berubah-ubah karena berbagai interaksi zat aktif  dengan kandungan saluran cerna dan mengubah motilitas (daya gerak) saluran cerna.
14.    Zat aktif yang dalam bentuk sediaan konvensional biasa diberikan dalam dosis besar (>500 mg) tidak praktis untuk formulasi sediaan (tablet) lepas lambat karena sediaan (tablet) lepas lambat dapat mengandung dua kali atau lebih dosis yang diberikan secara konvensional.
15.    Pemberian sediaan lepas lambat tidak memungkinkan penghentiaan terapi dengan segera.
16.    Dokter kurang fleksibel dalam penyesuaian regimen dosis. Pengaturan dosis sudah ditetapkan oleh desain bentuk sediaan.
Bentuk sediaan lepas lambat didesain untuk populasi normal berdasarkan waktu paruh zat aktif rata-rata. Akibatnya, keadaan penyakit yang mengubah disposisi zat aktif, perbedaan (variasi) pasien yang signifikan, dan sebagainya tidak diperhitungkan. (Charles, Siregar, 2010 )
Faktor yang mempengaruhi desain dan daya guna tablet lepas lambat :
Faktor Tidak Tepat, meliputi Sifat zat aktif, Rute pemberian, Daerah sasaran, Terapi akut atau kronis, penyakit,dan pasien.
a.         Faktor Fisikokimia Zat Aktif, meliputi kelarutan dalam air, ukuran dosis, Ionisasi,pKa, dan kelarutan dalam air, koefisien partisi, Stabilitas, dan ikatan protein.
Faktor Biologis, meliputi absorpsi, waktu paruh biologis, metabolisme dan distribusi. (Charles, Siregar, 2010 )
Mekanisme pelepasan zat aktif.
Pelepasan zat aktif orde-nol diperlukan untuk bentuk sediaan ini. Hal ini berarti kecepatan pelelapasan zat aktif tidak bergantung pada konsentrasi zat aktif.
b.        Suatu produk dengan pelepasan zat aktif yang konstan dan pelepasan orde pertama yang lambat tidak mungkin dihasilkan pada waktu yang bersamaan. Suatu pelepasan orde-pertama yang lambat kira-kira akan sama dengan pelepasan orde-nol, sepanjang pelepasan hanya diikuti oleh satu fraksi zat aktif yang dilepaskan, yaitu diikuti kurang dari satu waktu paruh.

Untuk memperoleh kecepatan orde-nol, ada beberapa mekanisme dan bentuk sediaan yang dimodifikasi yang dapat digunakan. (Charles, Siregar, 2010 )

Kinetika Tablet Lepas Lambat
Jumlah atau dosis zat aktif yang dibutuhkan dalam suatus sediaan lepas lambat untuk memberikan konsentrasi zat aktif yang kontinu di dalam tubuh ditentukan oleh farmakokinetik zat aktif, tingkat terapi zat aktif yang diinginkan dan lama kerja yang dimaksudkan. Secara umum, dosis yang dibutuhkan (Dtot) adalah jumlah dosis pemeliharaan (Dm) dan dosis awal yang segera dilepaskan (Di) untuk memberikan tingkat terapi yang dibutuhkan dalam darah.
Dtot = Di + Dm
Dalam praktik, Dm dilepaskan selama periode waktu tertentu dan besarnya adalah hasil perkalian td (durasi kerja) dan ko, untuk kecepatan orde nol. Jadi persamaan dinyatakan dengan :
Dtot = Di + ko td
Untuk zat aktif yang mengikuti model satu kopartemen terbuka, kecepatan eliminasi (R) yang diperlukan untuk mempertahankan zat aktif pada tingkat terapi (Cp) adalah :
R = k. VD. Cp

(Charles, Siregar, 2010 )

BAB IV
PROSEDUR PERCOBAAN

IV.1. Alat dan Bahan
         1.  Alat‑alat yang digunakan
a.       Timbangan analitik
b.      Mesin cetak tablet
c.       Ayakan mesh 8 dan 16
d.      Alat uji disolusi
e.       Alat‑alat gelas
f.       Syringe dan Syringe holder
g.      Spektrofotometer UV
h.      pH meter

2.  Bahan‑bahan yang digunakan
    1. Asam asetil salisilat (asetosal)
    2. HPMC atau Etil selulosa
    3. Aerosil
    4. Laktosa
    5. Asam salisilat
    6. Air suling

IV.2.    Cara Kerja
a.      Penentuan panjang gelombang isosbestik antara asam salisilat dan asetosal
 Buat masing‑masing larutan asetosal 100 mg/mL dan asam salisilat 100 mg/ml. Kemudian buat kurva serapan masing‑masing yang ditumpangtindihkan (overlay). Titik dimana serapan keduanya berpotongan (serapan sama) dinamakan panjang gelombang (titik) isosbestik.

b.      Pembuatan kurva baku pada panjang gelombang isosbestik
Ditimbang seksama 100,0 mg asam asetilsalisilat kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan dilarutkan dengan air suling hingga 100,0 mL. Kemudian dari larutan induk asam asetilsalisilat dibuat seri larutan dalam konsentrasi 80, 100, 120, 140, dan 160 bpj. Kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang isosbestik (± 265 nm) secara spektrofotometri ultra violet. Kurva baku dapat dibuat dengan memplot serapan terhadap konsentrasi.

c.       Pembuatan Tablet Lepas Lambat Asam Asetilsalisilat dengan Cara Cetak Langsung
Pembuatan tablet lepas lambat asam asetilsalisilat dengan matrik HPMC atau etil selulosa dengan cetak langsung adalah dengan mengayak bahan­baban menggunakan pengayak mesh 50 dan ditimbang sesuai dengan yang dibutuhkan. Seluruh asetosal, laktosa dan HPMC/etil selulosa dicampur dan digranulasi dengan penambahan alkohol 95% hingga mudah dikepal kemudian diayak dengan ayakan mesh 8 dan dikeringkan selama kurang lebih 1 jam suhu dibawah 60o C. Kemudian diayak dengan ayakan mesh 16. Granul yang ada ditimbang dan ditambahkan avicel pH 102, dan aerosil dan dicampur hingga homogen. Kemudian massa cetak tablet dicetak dan uji disolusi.
      Tabel 1. Formula tablet lepas lambat asam asetilsalisilat
Bahan-bahan
FC
Asetosal (mg)
HPMC/Etil selulosa (%)
Asam stearat (%)
Aerosil (%)
Avicel (%)
Laktosa (mg)
160
10
1
2
20
25

b.      Penentuan Profil Laju Disolusi Tablet Lepas Lambat Asetosal
Ke dalam bejana disolusi dimasukkan air suling 1000 mL dengan suhu 37oC + 0,5. Satu tablet lepas lambat asam asetilsalisilat dimasukkan dalam bejana disolusi dengan alat sayap pengaduk, kemudian diputar dengan kecepatan 30 rpm selama 6 jam, sampel diambil pada rentang waktu 5, 10, 15, 30, 45, 60, 75, 90, 105, 120, 150, 180, 210, 240, 270, 300, 330, dan 360 menit. Setiap pengambilan sampel (10,0 mL) diganti dengan air suling sebanyak 10,0 mL. Sampel diukur absorbansinya pada panjang gelombang titik isosbestik (± 265,0 nm) dan dihitung persentase zat terlarut terhadap jumlah zat aktif dalam tablet. Kemudian hasil uji disolusi dari masing­masing formula dibandingkan berdasarkan kesesuaian persentase zat aktif terlarut pada waktu tertentu dengan persyaratan USP 26.

c.       Evaluasi Data
Dibuat profil disolusi yang menggambarkan hubungan jumlah obat yang terdisolusi sebagai fungsi waktu setelah dikoreksi karena adanya pengurangan kadar larutan oleh sampel yang diambil.

BAB V
HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN

V. 1.  Hasil Percobaan
*      Penentuan λgelombang isostestik antara asal salisilat dan asetosal
·   Asam salisilat
Timbang 100 mg as. Salisilat diencerkan dengan aquadest
Add 100 mL
                                                       (1000 ppm) 
                                                                Pipet 1 mL
                                                 Add aquadest 10 mL
                                                10      x1000 =100 ppm
                                             100 mL

                                                   Ukur spektro
                                            Titik isobestik=264,9 nm


·   Asetosal
Timbang 100 mg asetosal diencerkan dengan aquadest add 100 mL
(1000 ppm)
Pipet 1 mL
Add aquadest 10 mL
(100 ppm)

Ukur spektro
(titik isobestik 264,9 nm)
*      Pembuatan kurva baku pada panjang gelombang isobestik
100 mg asam asetil salisilat diencerkan dengan aquadest add 100 mL
(1000 ppm)



80 ppm            100 ppm             120 ppm            140 ppm            160 ppm

     4 add 50            5 add 50              6 add 50         7 add 50              8 add 50

Konsentrasi (ppm)
Serapan (A)
80
0,312
100
0,381
120
0,449
140
0,545
160
0,618


*      Penentuan profil laju disolusi tablet lepas lambat Asetosal
            Media disolusi             :  1000 mL air suling
            Suhu                            :  370C ± 0,5
            Kecepatan                   :  30 rpm
t disolusi                      : 6 jam
λ isostestik                  : 264,9 nm
dilakukan secara duplo (A&B)


*      Data Percobaan Formula 1

waktu (menit)
TABLET A
TABLET B
 Q Rata-Rata
(%)
Absorban
% Q
Absorban
% Q
5
0,0287
4,69 %
0,0222
3,66 %
4,175
10
0,0254
4,19 %
0,0193
3,21 %
3,7
15
0,0271
4,46 %
0,0270
4,44 %
4,45
30
0,0337
5,52 %
0,0338
5,53 %
5,525
45
0,0446
7,27 %
0,0580
9,42 %
8,345
60
0,0543
8,84 %
0,0543
8,85 %
8,845
75
0,0594
9,66 %
0,0630
10,24 %
9,95
90
0,0695
11,28 %
0,0684
11,11 %
11,195
105
0,0782
12,69 %
0,0760
12,33 %
12,51
120
0,0797
12,93 %
0,0853
13,83 %
13,38
150
0,0863
13,99 %
0,0945
15,31 %
14,65
180
0,1028
16,64 %
0,1115
18,04 %
17,34
210
0,1150
18,61 %
0,1226
19,83 %
19,22
240
0,1265
20,46 %
0,1353
21.88 %
21,17
270
0,1343
21,72 %
0,1378
22,29 %
22,005
300
0,1476
23,86 %
0,1460
23,60 %
23,73
330
0,1506
24,35 %
0,1553
25,09 %
24,72
360
0,1575
25,46 %
0,1635
26,42 %
25,94


v  Tidak perlu dilakukan pengenceran karena tidak pada λ max sehingga hasil disolusi langsung diukur serapannya.
*        Profil Perbandingan % Q pada ke empat formula
Waktu
(menit)
Rata-rata  Q (%)
F1
F2
F3
F4
5
4,175
12,17
11,245
12,595
10
3,7
9,63
116,625
5,665
15
4,45
4,7
123,345
5,015
30
5,525
10,39
14,035
7,3
45
8,345
13,02
15,595
16,615
60
8,845
14,26
16,345
32,745
75
9,95
15,525
16,745
7,045
90
11,195
16,945
17,726
7,585
105
12,51
18,505
20,195
9,46
120
13,38
19,545
22,505
10,385
150
14,65
21,585
24,17
15,87
180
17,34
24,305
26,885
19,15
210
19,22
26,615
27,6
21,61
240
21,17
28,74
30,76
67,22
270
22,005
29,83
32,49
35,888
300
23,73
31,715
32,64
41,155
330
24,72
33,37
34,475
32,99
360
25,94
35,46
35,665
31,8

v  Grafik Profil Perbandingan % Q terlampir pada lampiran


BAB VI
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

VI.1 Pembahasan
Pada percobaan pembuatan tablet lepas lambat digunakan zat aktif Asam asetil salisilat (asetosal). Asetosal memiliki waktu paruh (t1/2) yang sangat singkat sekitar ±12 menit. Selain itu jika asetosal diberikan secara terus menerus maka akan meningkatkan resiko mengiritasi lambung. Sehingga untuk menghindari hal-hal tersebut asetosal dibuat dalam sediaan tablet lepas lambat.  Pada percobaan ini asetosal dibuat dengan menggunakan matrik hidroksipropil metil selulosa (HPMC). Formula dibuat dengan 4 variasi perbandingan untuk dapat mengetahui pengaruh HPMC terhadap disolusi tablet asetosal. Perbandingan HPMC untuk masing-masing formula F1, F2, F3 dan F4 adalah 5%, 7%, 9% dan 10%.
Uji laju disolusi tablet asetosal lepas lambat dilakukan selama 6 jam. Perbedaan sangat terlihat mencolok sekali pada masing-masing ke 4 varian. Berdasarkan data dari USP 27 tahun 2004 ditentukan persyaratan % Q yang terdisolusi pada masing-masing waktu adalah sebagai berikut:
Waktu (jam)
Jumlah terdisolusi (%)
1
15 – 40
2
25 – 60
4
35 – 75
8
Tidak kurang dari 70%
Berdasarkan persyaratan tersebut pada waktu 1 jam, F1 dan F2 tidak memenuhi persyaratan karena asetosal yang terlarut masih dibawah persyaratan yang ditentukan. F1 8,845 % dan F2 14,26 %. Formula 3 dan 4 memenuhi persyaratan USP karena pada waktu 1 jam terlarut Formula 3 dan 4 masih dalam dalam rentang persyaratan yang ditentukan yaitu F3 16,345 % dan  F4 32,745 %.
Pada waktu 2 jam disolusi tablet untuk Formula 1, 2, 3 dan 4 tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan. Kadar asetosal yang terlarut (%Q) untuk masing-masing formula berturut-turut adalah F1 13,38 %; F2 19,545 %; F3 22,505 %; dan F4 10,385 %.
Setelah 4 jam disolusi didapatkan informasi bahwa hanya Formula 4 yang memenuhi persyaratan yaitu 67,22%, sedangkan F1, F2 dan F3 tidak memenuhi persyaratan yaitu F1 21,17 %; F2 28,74 %; dan F3 30,76 %.
Dari hasil pengujian tablet lepas lambat asetosal dapat diketahui peranan HPMC dalam mengendalikan pelepasan asetosal terbukti dengan perbedaan konsentrasi zat terdisolusi pada setiap formula dengan konsentrasi HPMC yang berbeda.




Tidak ada komentar: